Selasa, 03 Januari 2012

Kebutuhan Kapal Selam TNI AL 8 Unit Hingga 2024



JAKARTA - Kebutuhan Kapal Selam TNI AL dalam blue print pertahanan hingga tahun 2024 adalah delapan unit kapal selam. Jumlah ini sebenarnya masih jauh dari cukup untuk mengamankan laut Indonesia yang sangat luas.

“Sampai 2024 kami akan mengadakan delapan unit kapal selam,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI AL (Kadispenal) Laksamana Pertama Untung Suropati di Jakarta, Jumat (23/12).

Tiga kapal selam yang kontraknya ditandatangani antara Kemhan dan perusahaan galangan kapal asal Korea Selatan Daewoo Shipbuilding Marine Enginering (DSME) berada pada rencana strategis (renstra) pertama 2010-2014. Ketiga kapal selam tersebut diharapkan selesai dan berada di Indonesia berturut-turut pada 2015, 2016, dan 2018.

Untuk menambahkan, standar minimal kapal selam yang harus dimiliki Indonesia adalah 14 unit. “Standar minimal dalam konteks keamanan negara kepulauan adalah 14-18 unit,” ujar Untung.

Namun begitu Wakil Kepala Staf TNI AL Laksamana Madya TNI Marsetio sebelumnya mengatakan Indonesia perlu menambah 39 kapal selam untuk menjaga wilayah lautnya.

Kadispenal menjelaskan, untuk melakukan pengamanan terhadap Indonesia yang memiliki laut sangat luas memang dibutuhkan kapal selam sejumlah tersebut. Dia mencontohkan, Jepang dengan luas laut yang kecil memiliki 24 unit kapal selam. “Dengan pertimbangan luas wilayah, Indonesia memang harus ada menambah 39 kapal selam,” tambahnya.

Tim Kapal Selam Berangkat Januari 2012

Tim Indonesia yang akan mengikuti proses pembangunan kapal selam di Korea Selatan direncanakan berangkat Januari 2012 mendatang. Tim yang berjumlah 50 orang itu akan mempelajari pembangunan kapal selam agar bisa mengaplikasikannya di Indonesia.

“Diperkirakan tim yang terdiri dari 50 orang itu akan berangkat Januari,” kata Kepala Pusat Komunikasi Publik (Kapuskomblik) Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Hartind Asrin di Jakarta, Jumat (23/12).

Pemberangkatan tim tersebut dalam rangka mengikuti proses alih teknologi sesuai kesepakatan kontrak pengadaan kapal selam yang telah ditandatangani, ujarnya. Tim tersebut akan mengikuti keseluruhan proses pembangunan hingga kapal siap dikirim ke Indonesia.

Sebelumnya, Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan pada tahap pengadaan kapal selam yang pertama, SDM Indonesia melalui PT PAL akan dikirimkan ke Korea untuk melihat langsung pembuatan kapal selam tersebut. Sebanyak 50 orang teknisi dengan masa kerja yang masih panjang akan mengikuti proses ini.

Pada pengadaan yang kedua, para teknisi ini direncanakan mulai terlibat dalam pembuatan kapal selam. Sehingga pada tahap ketiga para teknisi Indonesia sudah mampu memproduksi sendiri kapal selam.

Menurut Sjafrie, kebijakan dasar pengadaan alutsista harus memberi keuntungan dalam meningkatkan kemampuan industri pertahanan nasional salahsatunya dengan cara alih teknologi. Hartind menambahkan, pembelian kapal selam tersebut sudah sesuai dengan rencana strategis (renstra) dan blue print pertahanan untuk meningkatkan minimal essential forces.

TNI AL Akan Beli 2 Frigate dan 20 Kapal Cepat


Dua kendaraan tempur amfibi melakukan pendaratan di Pantai Banongan, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (29/12). Pendaratan amfibi tersebut dalam rangka latihan Pemantapan Brigade Pendarat (Lattap Brigrat), latihan kesenjataan terpadu dan pembaretan atau pengangkatan Kasad Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo sebagai warga kehormatan Korps Marinir. (Foto: ANTARA/Seno S./Koz/mes/11)

30 Desember 2011, Jakarta: TNI AL telah melaporkan kesiapan validasi organisasi kepada komando atas dan pemerintah tentang pembentukan Komando Wilayah Laut Republik Indonesia (Kowila RI) yang membawahi 3 Armada (Barat, Tengah dan Timur), Komando Latihan Wilayah Laut (Kolatwila) Komando Pemeliharaan Material Wilayah Laut (Koharmatwila), pembentukan 3 Divisi Marinir dan perubahan Korps Marinir menjadi Kotama Operasi.

Hal tersebut dikatakan Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Soeparno dihadapan 700 Perwira Menengah (Pamen) dan Perwira Tinggi (Pati) TNI AL Wilayah Timur (Wiltim) pada olahraga bersama TNI AL Wilayah Timur di Lapangan Laut Maluku, Komando Pengembangan dan Pendidikan Angkatan Laut (Kobangdikal), Jumat (30/12).

Kemudian, lanjutnya, selain pembentukan Kowila, TNI AL memandang perlu meningkatkan Dinas Potensi Maritim menjadi Asisten Potensi Maritim, karena potmar dipandang sebagai salah satu tugas pokok TNI AL, kemudian membentuk Disopslatal, membentuk Pusat Intelejen Laut (Pusintelal) serta meningkatan Dinas Hidrooseanografi menjadi Badan Hidro Oseanografi.

Selain siap melakukan validasi organisasi, di tahun 2012 diharapkan kebijakan pemerintah dalam pembangunan kekuatan pertahanaan pada tingkat Minimum Essential Force (MEF) TNI AL dalam bidang penambahan Alat Utama Sisitem Senjata (Alutsista) dapat segera terrealisasi. Penambahan alutsista tersebut, diantaranya pembelian 3 kapal selam, 2 kapal permukaan frigate jenis Perusak Kapal Rudal (PKR) dan 20 Kapal Patroli Cepat dan Kapal Cepat Torpedo (KCT).

Menurutnya, untuk membangun kekuatan militer yang handal tidak perlu beraliansi kepada salah satu blok teknologi alutsista, tetapi mampu mengadaftasi dan mengadopsi teknologi dari berbagai blok yang diarahkan untuk meraih keunggulan sendiri. Pada konteks ini penyiapan sumber daya manusia menjadi sangat vital.

“Kita harus akui, negara kita tidak sekuat negara barat yang kuat dalam teknologi mesin perangnya, oleh karena itu kita tidak usah cari musuh, lebih baik cari teman dan tidak menggantungkan kekuatan Alut kepada salah satu blok,” terangnya.

Selain menyoroti validasi organisasi dan alutsista, orang nomor satu di TNI AL ini mengingatkan kepada para perwira dibawahnya untuk senantiasa meningkatkan kembali pelaksanaan kode etik dan etika professional serta tatakrama dalam kehidupan seorang perwira.

Seorang perwira, lanjutnya, harus mampu membangun sendi-sendi kehidupan yang berdisiplin, memiliki kepedulian dan rasa tanggung jawab yang lebih tinggi dibanding dengan prajurit yang dipimpinnya.

“Pegang teguh Sapta Marga, 8 Wajib TNI, Trisila TNI AL dan malu berbuat cela,” serunya.

Ditahun 2011, lanjutnya lagi, masih ada agenda yang belum terealisasi dan akan dilanjutkan pada 2012 nanti diantaranya Kartika Jala Krida (KJK) KRI Dewaruci ke AS. Dimana pada KJK sebelumnya tidak pernah mengikutkan Kadet (taruna AAL;Red) dari Korps Marinir, pada KJK nanti akan diikutsertakan, kemudian latihan Armada Jaya pada medio September dan Latihan Gabungan TNI pada medio November 2012.

Sementara itu pada acara olah raga bersama penutup akhir tahun yang diisi dengan senam dan jalan sehat sejauh 3 kilometer di area Kesatriaan Kobangdikal tersebut, tampak hadir para Asisten KASAL, Pangkotama TNI AL wilayah timur dan barat, seperti Dankobangdikal Laksda TNI Sadiman, SE, Pangarmatim Laksda TNI Ada Supandi, Pangarmabar, Komandan Seskoal dan para Kepala Dinas di lingkungan Mabesal, serta Pamen TNI AL se-Wilayah Timur.

Latihan Penembakan Meriam Howitzer Pasukan Marinir

 

SITUBONDO - Sejumlah prajurit Korps Marinir TNI AL mempersiapkan senjata Howitzer 105 mm saat Latihan Pemantapan Brigade Pendarat (Lattap Brigrat) Korps Marinir di Pusat Latihan Tempur Korps Marinir Baluran, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Selasa, (27/12). Latihan yang melibatkan 3000 prajurit Baret Ungu itu dalam rangka meningkatkan kemampuan taktik dan tehnik serta keterampilan tiap-tiap kesenjataan dijajaran Korps Marinir. .FOTO ANTARA/KUWADI/ss/nz/11



Marsekal Baret Ungu

Marsekal TNI Imam Sufaat


"Baret ungu" dan "Brevet Trimedia" Korps Marinir TNI Angkatan Laut (AL) melengkapi penghargaan pasukan elite TNI yang diterima Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat. Pertengahan Maret 2011, pria yang Januari ini berusia 57 tahun ini menerima anugerah warga kehormatan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI-AD.
"Saya berharap pengangkatan warga kehormatan Korps Marinir ini menjadikan seluruh komponen pertahanan negara makin solid dalam bertugas dan mengabdi kepada negara," ujar lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) ini usai menerima pengukuhan "warga kehormatan" Korps Marinir TNI AL di Situbondo akhir Desember 2011.
Sejak dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai KSAU pada 9 November 2009, Imam dinilai menunjukkan kepedulian besar terhadap masa depan TNI. Mantan penerbang pesawat tempur Hawk MK-53 ini juga telah memberikan keteladanan jiwa, semangat, sikap ksatria, dan komitmen tinggi selaku prajurit TNI.

Kontingen Garuda XX-I Perkenalkan Diri di Dungu



Kontingen Garuda XX-I Perkenalkan Diri di Dungu
istimewa
Satuan Tugas Kompi Zeni TNI Konga XX-H/Monusco menggelar upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) KE-66 Zeni TNI AD di Bumi Nusantara Camp Dungu-Kongo, Sabtu (15/10/2011).
 
Satuan Tugas  Kompi Zeni TNI Kontingen Garuda XX-I/Monusco (Mission  De L Organisation  Des  Nations Unies pour La Stabilization en Republique Demokratique du Congo), yang baru beberapa hari tiba di Kongo, mulai mengunjungi Kontingen negara-negara yang berada di sekitar base camp Satgas Kompi Zeni TNI di Dungu. Semula mereka mengunjungi Komandan Batalion Maroko Kolonel Mustafa. Setelah itu dilanjutkan berkunjung kepada Komandan Brigade Itury Brigjen Abul Kalam Asad dan Deputy Force Commander Brigjen Jody Foster yang lokasinya berdekatan dengan Base Camp Satgas Kompi Zeni TNI, Senin (2/01/2011) kemarin.
Menurut Dansatgas Letnan Kolonel Czi Sapto Widhi Nugroho, tujuan kunjungan tersebut untuk menjalin persahabatan yang telah terbina dengan baik selama ini dengan Satgas-satgas Kompi Zeni TNI sebelumnya. Bukan hanya itu, kunjungan juga untuk memperkenalkan diri Satgas Kompi Zeni TNI Konga XX-I sehingga jalinan persahabatan yang tetap terbina dengan baik.
Ia menjelaskan, sebagai satuan yang baru datang, Satgas Kompi Zeni TNI Konga XX-I/Monusco menyadari betul, membina hubungan baik antar kontingen yang berada dalam satu kompleks di daerah Dungu patut dipertahankan dan ditingkatkan.
"Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas pokok sebagai satuan yang ditugaskan untuk melaksanakan tugas-tugas bantuan Zeni yang diberikan oleh Monusco," katanya.

Dalam kunjungan tersebut, Dansatgas Kompi Zeni TNI Konga XX-I/Monusco didampingi oleh Wadan Satgas Mayor Czi Ary Syahrial dan beberapa perwira terkait.

Australia Jadi Hibahkan Empat Hercules untuk RI


Teknisi pesawat dari No. 37 Squadron Aircraft sedang mengganti propeler C-130H Hercules A97-007. (Foto: Australia DoD)

3 Januari 2012, Jakarta: Pemerintah Australia positif menghibahkan empat unit pesawat C-130 Hercules untuk Indonesia setelah sempat tertunda prosesnya pada 2011.

"Kemungkinan kedua tim teknis dari masing-masing negara akan bertemu pada pertengahan Januari ini," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Hartind Asrin ketika dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa.

Hartind Asrin mengatakan, dalam pertemuan itu kedua tim akan membicarakan teknis hibah yang akan dilakukan setelah sempat tertunda pada 2011.

Selain mengadakan pertemuan di Jakarta, akan dilakukan pula pertemuan di Australia untuk melihat langsung empat unit pesawat Hercules yang akan dihibahkan tersebut, lanjut Hartind.

Kepastian hibah empat unit pesawat Hercules dari Australia itu telah mendapat persetujuan dari Amerika Serikat sebagai produsen pesawat angkut berat Hercules.

"Namun teknisnya harus dibicarakan lebih lanjut antartim kedua negara. Dan itu akan segera dilakukan mulai pertengahan Januari ini," kata Hartind.

Sementara itu, Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Muda TNI Rodi Suprasodjo mengatakan pesawat Hercules yang dibutuhkan TNI AU saat ini sebanyak 30 unit. Namun, TNI AU hanya memiliki 21 pesawat Hercules, sehingga masih kurang sembilan pesawat.

"Kekurangan pesawat Hercules itu akan dipenuhi dari hibah dan membeli. Ke-30 pesawat Hercules akan digunakan untuk pesawat tanki sebanyak dua unit, pesawat VIP dua unit, dan pesawat operasional dua batalyon sebanyak 26 unit," kata Marsekal Muda Rodi.

Rodi menambahkan,"Tipe yang akan dihibahkan adalah tipe H, diremajakan kembali, dan akan digunakan TNI Angkatan Udara untuk menggantikan tipe B yang sudah sangat tua,".

KRI Teluk Manado Merapat di Dermaga Irian


2 Januari 2012, Ambon: Seorang awak KRI Teluk Manado-537 melakukan perawatan senjata yang terpasang di kapal tersebut saat merapat di Dermaga Irian, Markas Komando Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) IX/Ambon, Maluku, Senin (2/1). KRI Teluk Manado-537 adalah Kapal Perang jenis Landing Ship Tank (LST) Type Frosch, dibuat di galangan VEB Penee Werft Wolgast, Jerman Timur, pada tahun 1977 yang bertugas sebagai pengangkut personil dan logistik ke pulau-pulau perbatasan dan daerah-daerah rawan di wilayah Indonesia. (Foto: ANTARA/Izaac Mulyawan/Koz/Spt/11)




















Dua personil Korps Wanita TNI Angkatan Laut (Kowal) berjalan di dekat KRI Teluk Manado-537 yang merapat di Dermaga Irian, Markas Komando Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) IX/Ambon, Maluku, Senin (2/1). (Foto: ANTARA/Izaac Mulyawan/Koz/Spt/11)

Marinir Angkat Tiga Warga Kehormatan Baru


Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono (tiga kanan), Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo (empat kanan), Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat (Kanan) dan Kasad Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo (lima kanan), memakai baret ungu Korps Marinir, di Mangga Dua, Pusat Latihan Tempur Karangtekok, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (29/12). Penyematan dan pengukuhan baret ungu untuk ketiga perwira tinggi berbintang empat sebagai warga kehormatan Korps Marinir TNI AL. (Foto: ANTARA/Seno S./Koz/mes/11)

31 Desember 2011, Situbondo (SINDO): Warga kehormatan Korps Marinir TNI Angkatan Laut (AL) bertambah. Kemarin, pasukan TNI AL baret ungu ini mengangkat tiga perwira tinggi dalam sebuah upacara di pusat latihan tempur Marinir,Karangtekok,Situbondo, Jawa Timur.

Ketiga warga kehormatan itu adalah Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo, Kasad Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, dan Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat. Secara bergantian ketiga jenderal ini menerima simbol kebesaran Marinir berupa baret ungu yang disematkan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono dengan didampingi KSAL Laksamana TNI Soeparno.

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Untung Suropati mengatakan, pengukuhan ketiga perwira tinggi itu sebagai warga kehormatan Korps Marinir TNI AL karena beberapa pertimbangan. Pertama, kontribusi dan perhatian mereka terhadap kemajuan Korps Marinir TNI AL.

“Kedua adalah bentuk apresiasi atas keteladanan jiwa, sikap,semangat,dan komitmen tinggi yang diberikan kepada Marinir. Ini berarti sudah ada 29 warga kehormatan di satuan ini,”tegas Untung. Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo menilai, penerimaan sebagai warga kehormatan Marinir adalah bentuk apresiasi besar terhadap institusi Polri. “Kami melihat profesionalisme dan semangat yang begitu tinggi dari Korps Marinir dalam menjaga NKRI. Kami berharap, poin ini bisa tertular pada satuan kami,”ujarnya.

Hal senada disampaikan KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo. “Tiada kata yang bisa saya ucap selain saya bangga pada hari ini,” tegasnya. Adapun KSAU Marsekal TNI Imam Sufaat berharap, pengangkatan warga kehormatan tersebut menjadikan TNI dan Polri semakin solid dalam bertugas dan mengabdi pada negara.

Prosesi pembaretan ketiga warga kehormatan itu diawali dengan beberapa penerjun free fall Korps Marinir TNI AL dengan membawa baret ungu kebanggaan yang kemudian diserahkan kepada Panglima TNI untuk disematkan kepada Kapolri,KSAD, dan KSAU.

Sebelumnya, Kapolri dan ketiga kepala staf angkatan didampingi petinggi TNI bertolak dari Surabaya menggunakan helikopter dan mendarat di atas KRI Makassar-590 yang sedang bermanuver di perairan Banongan Situbondo.Mereka selanjutnya mengikuti prosesi pendaratan amfibi dengan menaiki kendaraan pendarat amfibi LVT-7.

Kendaraan tempur amfibi ini mengikuti manuver gelombang pendaratan kendaraan amfibi yang lain, terdiri atas lima unit PT 76, enam unit BTR 50,empat unit LVT-7,dan dua unit KAPA.

Setelah mendarat di pantai Banongan, Kapolri dan para kepala staf TNI meninjau stelling senjata multilaras RM 70 grad dan Howitzer 105 mm serta merasakan langsung uji tembak senjata tersebut.


Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono (kiri), Komandan Korps Marinir Mayjen TNI (Mar) M. ALfan Baharudin (dua kiri) dan Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo berada diatas kendaraan amfibi LVT - 7, usai pendaratan di Pantai Banongan, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (29/12). Pendaratan amfibi tersebut dalam rangka latihan Pemantapan Brigade Pendarat (Lattap Brigrat), latihan kesenjataan terpadu dan pembaretan atau pengangkatan Kasad Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo sebagai warga kehormatan Korps Marinir. (Foto: ANTARA/Seno S./Koz/mes/11)

Dua kendaraan tempur amfibi melakukan pendaratan di Pantai Banongan, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (29/12). Pendaratan amfibi tersebut dalam rangka latihan Pemantapan Brigade Pendarat (Lattap Brigrat), latihan kesenjataan terpadu dan pembaretan atau pengangkatan Kasad Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo sebagai warga kehormatan Korps Marinir. (Foto: ANTARA/Seno S./Koz/mes/11)




Seorang prajurit Kops Marinir melakukan terjun static dari pesawat Casa NC212 dari Skuadron Udara 600 Wing Udara-1 Puspenerbal, di atas Puslatpur Korps Marinir TNI AL Baluran, Karangtekok, Situbondo, Kamis (29/12). Penerjunan 70 prajurit Korps Marinir tersebut, dalam rangka Latihan Kesenjataan Terpadu dan Pemantapan Brigade Pendarat Marinir serta Pembaretan KSAD, KSAU dan Kapolri sebagai Warga Kehormatan Marinir, yang digelar di Puslatpur Marinir Baluran Karangtekok Situbondo.

TNI AU Sukses Capai Zero Accident


Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat, S.IP berjabat tangan dengan para pejabat usai memimpin apel khusus di Mabesau, Cilangkap, Senin (2/1). (Foto: Dispenau)

2 Januari 2011, Jakarta: TNI AU telah sukses mencatat Tahun “Tanpa Kecelakaan” sepanjang tahun 2011. Prestasi yang disyukuri karena dengan restu Tuhan Yang Maha Esa serta upaya pencegahan kecelakaan terbang dan kerja yang intensif segenap jajaran TNI AU maka tahun 2011 dilewati dengan sukses dan aman tanpa adanya accident dalam tugas latihan dan operasional penerbangan. Dengan ini sasaran jangka pendek TNI AU yaitu “Zero Accident” yang dicanangkan awal tahun 2011 untuk menuju First Class Air Force telah berhasil diwujudkan pada tahun yang sama. Sebuah tantangan yang tidak mudah namun dengan kerja keras, kerja ikhlas dan kerja cerdas jajaran TNI AU bisa mencapai suatu tingkat keamanan operasi penerbangan yang tinggi dengan pencapaian 48.674 jam terbang serta tingkat kesiapan alutsista 70% untuk mempertanggungjawabkan total anggaran 7,433 trilyun rupiah.

Kasau menyatakan bahwa menyikapi tahun 2012, TNI AU harus jeli dalam membaca situasi nasional. Kebijakan mengenai modernisasi alusista TNI telah direalisasikan secara bertahap. Modernisasi merupakan awal kebangkitan yang harus disikapi dengan bijak karena proses penyediaan yang tengah berjalan ini mendapat perhatian dari berbagai elemen bangsa dan media massa. Demikian sambutan Kasau dalam apel khusus menyambut tahun baru 2012 yang dilaksanakan di Mabesau, Cilangkap, Senin (2/1).

“TNI AU harus mampu melaksanakan setiap amanah rakyat dengan sebaik-baiknya melalui kerja keras yang profesional. Ini harus kita terapkan secara ketat mulai dari siklus perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Kesemuanya harus dilaksanakanan dengan kejujuran serta sesuai dengan aturan main yang berlaku”, tekan Kasau.

Selain itu, kebijakan pemerintah di bidang reformasi birokrasi salah satu tujuannya adalah untuk menata sistem menajemen sumber daya manusia di lingkungan TNI AU. Kebijakan pemerintah yang menetapkan zero growth policy adalah untuk meningkatkan efisiensi anggaran TNI yang jutru dihabiskan untuk membayar gaji personel. Untuk itu, anggaran yang diperoleh pada tahun 2012 akan digunakan untuk mendukung 60.000 jam terbang dan mendukung seluruh kegiatan TNI AU.

Kasau menambahkan kepada satuan-satuan yang berkaitan langsung dengan penanganan sumber daya manusia, agar benar-benar mencermati dan mengerti hal-hal mendasar mengenai tuntutan reformasi birokrasi, sehingga TNI AU mampu membangun SDM yang tangguh dan mampu menjawab tantangan. Menjadi the right man on the right place, merit sistem, konsisten dengan kaidah, maka akan tercipta rasa keadilan yang mampu meningkatkan profesionalisme di setiap lini organisasi.

TNI AU harus mengedepankan transparansi dan ketaatan hukum saat ini dalam melaksanakan penugasan, karena hal tersebut menempati prioritas utama dalam mengukur kualitas kinerja yang baik, terukur, akuntabel yang diawaki oleh personel yang jujur dan memiliki integritas. Dengan demikian, kondisi zero accident yang telah dicapai pada 2011 dapat dipertahankan di tahun 2012 untuk menjadi First Class Air Force.

Hadir dalam apel khusus tersebut Irjen TNI Marsdya TNI Sukirno, Kabasarnas Marsdya TNI Daryatmo, Wakasau Marsdya TNI Dede Rusamsi, para pejabat di lingkungan TNI AU, perwira, bintara, tamtama, serta Pegawai Negeri Sipil.

















                                                                    

2012 - Menanti Kebangkitan Militer Indonesia

Jakarta, Di penghujung tahun 2011, Kementerian Pertahanan dan perusahaan militer Rusia JSC Rosoboronexport melakukan penandatanganan untuk kelanjutan pengadaan enam pesawat jet tempur Sukhoi, untuk memperkuat satuan tempur TNI Angkatan Udara.

Pengadaan enam unit pesawat tempur generasi 4,5 itu melengkapi 10 pesawat sejenis yang telah dimiliki Indonesia dengan tipe SU-27SK, SU-27SKM, SU-30MK dan SU-30MK2.

Beberapa hari sebelumnya, Kementerian Pertahahan juga melakukan penandatanganan kontrak pengadaan tiga kapal selam dengan perusahaan galangan kapal Korea Selatan Daewoo Shipbuilding Marine Enginering (DSME), untuk memperkuat satuan tempur TNI Angkatan Laut.

Untuk matra darat, Pemerintah Indonesia juga sebelumnya telah mendatangkan enam helikopter Mi-17 V-5 dari Rusia. Pada 2012 bahkan mulai dijajaki sejumlah pembelian kendaraan tempur taktis dari Eropa seperti Main Battle Tank dari Belanda.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang makin membaik, maka alokasi anggaran untuk pertahanan pun lambat laun mengalami peningkatan meski masih relatif kecil dibandingkan negara-negara ASEAN lain dalam hal belanja modal persenjataan.

Untuk pertama kalinya sejak 1962, anggaran pertahanan pada 2012 menjadi nomor satu, dengan jumlah menjadi Rp64,4 triliun mengalahkan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (Rp 61,2 triliun) dan Kementerian Pendidikan Nasional (Rp 57,8 triliun). Jumlah untuk meningkat dari APBN-Perubahan 2011 yakni Rp47,5 triliun.

Tak hanya membeli persenjataan baru, Indonesia selama 2011 juga telah menjajaki dan menyepakati sejumlah hibah alat utama sistem senjata yang ditawarkan seperti pesawat tempur F-16 Fighting Falcon. Sedangkan hibah empat unit pesawat angkut C-130 Hercules dari Australia yang tertunda akan dilanjutkan pada awal 2012.

Wakil Menteri Pertahahan Sjafrie Sjamsoeddin menambahkan target modernisasi militer diprioritaskan pada alutsista yang bergerak seperti kendaraan tempur, pesawat tempur, dan kapal selam beserta persenjataannya.

Terkait itu, Indonesia tidak saja mendatangkan alat utama sistem senjata dari mancanegara melainkan juga memproduksi sendiri dalam rangka merevitalisasi industri pertahanan dalam negeri. Tengoklah kapal cepat berpeluru kendali yang kini sedang dikerjakan PT Lundin Industry Invest di Banyuwangi. Kapal berbahan serat karbon itu merupakan kapal Trimaran pertama di dunia yang akan diproduksi Indonesia lengkap dengan kemampuan menghilang dari tangkapan radar lawan.

Tak hanya itu, PT Pindad pun telah memproduksi ratusan panser Anoa, empat unit panser intai yang di Eropa dikenal sebagai "Sherpa".

"Kita memang belum memberinya nama," kata Direktur PT Pindad Adik Sudarsono.

Terdapat pula enam unit panser Mortar 81 mm dan tiga unit panser recovery.

"Yang jelas jika pengadaannya dari luar, kita mensyaratkan adanya alih teknologi, sehingga suatu ketika nanti putra-putri Indonesia mampu membuat pesawat tempur dan kini yang tengah dijajaki adalah pembuatan kapal selam," kata Sjafrie.

Sebagian dari beragam kontrak pengadaan alat utama sistem senjata yang telah disepakati akan direalisasikan bertahap mulai 2012 hingga 2014 dan seterusnya. Sehingga militer Indonesia diharapkan benar-benar bangkit, besar, kuat dan profesional.

Krusial Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Andi Widjajanto menyebutkan 2012 merupakan masa peralihan yang cukup menentukan dalam keberhasilan mencapai kekuatan pokok minimum (minimum essential forces /MEF) dalam pembangunan kekuatan militer Indonesia.

"Postur anggaran 2012 memang relatif terasa dampaknya untuk pemeliharaan atau perbaikan dan pengadaan dari dalam negeri. Tapi,kalau untuk pengadaan dari luar negeri belum ada," katanya berpendapat.

Menurut Andi Widjajanto, anggaran Rp64,4 triliun yang akan dikucurkan pada 2012 menegaskan keseriusan pemerintah untuk membangun alutsista TNI yang andal. Tapi,tetap saja angka itu masih jauh dari cukup untuk bisa mengejar kekuatan pokok minimum yang ditarget hingga 2024.

Jika kondisi itu terus terjadi tiap tahunnya, Andi yakin MEF tidak akan tercapai sesuai target. Mengacu pada target 2024, maka pada 2012 mestinya tersedia alokasi Rp80 triliun.

Bahkan, kalau bisa mencapai Rp90 triliun agar pada 2014 (akhir pemerintahan SBY periode kedua) tercapai Rp120 triliun. Jadi, secara perbandingan dengan GDP,pada 2014 tercapai 1,25 persen dan 2012 sebesar satu persen.

Ia menambahkan alutsista- alutsista tua itu idealnya memang tidak dipakai lagi dan harus diganti dengan yang baru.Apalagi beban perbaikan alutsista yang sudah usang juga cukup berat.

Namun, kondisi sekarang belum memungkinkan untuk mencapai hal itu.

"Harusnya jika 10 dibuang, maka yang beli baru lagi 10. Tapi,yang terjadi sekarang adalah 10 dibuang, tapi beli barunya cuma dua, yang enam diperbaiki, empat benar-benar dibuang," tutur Andi. Andi membeberkan usia alutsista yang dipakai TNI sekarang ini banyak yang telah tua, yakni 25-40 tahun.

Bahkan dia menyebut alutsista yang telanjur uzur dan harus diganti mencapai sekitar separuh dari yang ada. Dengan kondisi tersebut, tingkat kesiapannya rata-rata hanya sekitar 40 persen. Dalam postur RAPBN 2012, Kemenhan seperti yang disampaikan Dirjen Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan Marsda TNI Bonggas S Silaen, dari besaran alokasi sebesar Rp64,4 triliun sekitar 40,1 persennya atau Rp25,84 triliun untuk belanja, yakni alutsista. Sisanya belanja pegawai Rp27,18 triliun (42,2 persen) dan belanja barang Rp11,41 triliun (17,7 persen).

Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menuturkan, membangun militer tergantung pada dua hal, yakni seberapa besar ancaman yang ada dan bagaimana standar penangkalan yang hendak diciptakan.

Dua hal itu masih dipengaruhi kondisi keuangan negara.

"Jadi MEF itu bukan penangkalan yang levelnya rendah,tapi juga bukan yang tinggi," ungkap purnawirawan TNI itu.

Ia menilai dengan alokasi anggaran yang selama ini dikucurkan, target MEF sulit untuk dicapai sesuai rencana. "Dengan anggaran Rp60 triliun-65 triliun per tahun, maka pada 2014 kapasitas yang tercapai baru sekitar 28 persen dari yang diinginkan," ujarnya.

Posisi Tawar Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie menilai kekuatan militer dapat digunakan sebagai alat tawar dalam memperjuangkan pembangunan perekonomian suatu negara. Ekonomi dan militer pada dasarnya merupakan perhubungan dua variabel yang bersifat timbal-balik.Artinya, jika militer kuat, ekonominya juga akan kuat.

Bagaimana pun tak bisa dipungkiri secara geopolitik dan geostrategi, Indonesia terletak pada posisi yang strategis dan menentukan dalam tata pergaulan dunia dan kawasan. Dengan potensi ancaman yang tidak ringan serta kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang beragam, bangsa dan negara Indonesia memerlukan kemampuan pertahanan negara yang kuat untuk menjamin tetap tegaknya kedaulatan NKRI.

Namun, setelah merebaknya krisis, pembangunan kemampuan pertahanan relatif terabaikan sehingga mengakibatkan turunnya kemampuan pertahanan negara secara keseluruhan. Karena itu dengan kenaikan anggaran pertahahan pada 2012, diharapkan kebangkitan militer Indonesia dapat benar-benar berjalan sehingga Indonesia mampu menghadapi berbagai ancaman baik aktual maupun potensial.

Sejarah setidaknya mencatat setidaknya dua kali dalam sejarah Republik Indonesia, TNI diperhitungkan sebagai kekuatan bersenjata yang tidak bisa dipermainkan dalam pertahanan dan nyata dampaknya pada posisi tawar politik luar negeri kita.

Pertama, periode 1960-1962, ketika Presiden Soekarno mendorong Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) untuk bersiap merebut Irian Barat dengan kekuatan militer. Meskipun situasi perekonomian nasional tidak terlalu baik, Bung Karno mengizinkan pembelian persenjataan secara besar-besaran.

Dalam waktu kurang dari dua tahun, APRI menjelma menjadi kekuatan perang terbesar di bumi bagian selatan, antara lain Angkatan Laut mempunyai 12 kapal selam yang mampu berpatroli hingga ke bibir pantai barat Australia tanpa bisa di deteksi oleh negara itu.

Sementara itu, Angkatan Udara Republik Indonesia punya dua skuadron pengebom jarak jauh TU-16, yang dengan mudah mencapai seluruh wilayah Asia Tenggara dan Australia, menjatuhkan bom, serta kembali ke pangkalannya dengan selamat.

Kedua, era 1980-1988. Pada kepemimpinan Jenderal M. Jusuf (1978-1983) dan Jenderal L.B. Moerdani (1983-1988), Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dibangun menjadi institusi militer yang modern dan profesional serta tidak berpolitik. Jenderal Jusuf mengawali programnya dengan cara sederhana: membangkitkan kembali harga diri prajurit dengan meningkatkan kesejahteraan, memperbaiki asrama, serta melatih ulang pasukan yang lama mengalami proses "penghalusan" karena jarang berlatih, persenjataan ketinggalan zaman, dan terabaikan kesejahteraan mereka.

Pada era berikutnya, Jenderal Moerdani mampu dengan cerdik melihat peluang membeli alat utama sistem senjata yang tidak baru (seperti enam fregat Van Speijk dari Belanda), memperbaiki dan memodernkannya hingga bisa beroperasi penuh lagi. Pada eranya, ABRI juga membeli 10 pesawat tempur F-16 Fighting Falcon.

Kini dengan Indonesia kembali mencoba memperkuat kembali pertahanannya diharapkan posisi tawar Indonesia di segala bidang baik politik, ekonomi dan budaya dapat pula ditingkatkan.

sumber: http://www.dephan.go.id/modules.php?...icle&sid=10070

Tentara Nasional Indonesia

Tentara Nasional Indonesia terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI, sedangkan masing-masing angkatan memiliki Kepala Staf Angkatan. 
Dalam sejarahnya, TNI pernah digabungkan dengan POLRI. Gabungan ini disebut ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang menggunakan slogan "Catur Dharma Eka Karma" disingkat "CADEK". Sesuai Ketetapan MPR nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan peran POLRI maka pada tanggal 30 September 2004 telah disahkan RUU TNI oleh DPR RI yang selanjutnya ditanda tangani oleh Presiden Megawati pada tanggal 19 Oktober 2004.
Seiring berjalannya era reformasi di Indonesia, TNI mengalami proses reformasi internal yang signifikan. Di antaranya adalah perubahan doktrin "Catur" menjadi "Tri" setelah terpisahnya POLRI dari ABRI. Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI nomor Kep/21/I/2007, pada tanggal 12 Januari 2007, doktrin TNI ditetapkan menjadi "Tri Dharma Eka Karma", disingkat "TRIDEK".
Tahun 2009, jumlah personel TNI adalah sebanyak 432.129 personel. Angkatan Darat adalah jauh bagian terbesar, dengan sekitar 328.517 personel aktif-tugas, dibandingkan dengan sekitar 74.963 di Angkatan Laut dan 34.930 di Angkatan Udara. Angkatan bersenjata Indonesia yang sukarela. Kekuatan yang tersedia untuk militer laki-laki berusia antara 16 sampai 49 adalah 52.000.000, dengan 2.000.000 untuk layanan per tahun..
Pengeluaran militer dalam anggaran nasional secara luas diperkirakan 3% dari PDB di tahun 2005,  tetapi dilengkapi dengan pendapatan dari berbagai militer menjalankan bisnis dan yayasan. Pertahanan Indonesia kekuatan personil tidak termasuk anggota penegakan hukum dan personil paramiliter seperti POLRI (Kepolisian Indonesia) yang terdiri dari sekitar 540.000 personel, Brimob (polisi ponsel Brigade) dari sekitar 39.000 personel bersenjata, Polisi Unit Layanan Sipil, Menwa (militer perguruan tinggi layanan) 26.000 personil terlatih, dan Hansip (pasukan pertahanan sipil), tidak diketahui jumlah personilnya.

Sejarah

Pada masa Hindia Belanda 1830-1942
Sebelum pembentukan Republik Indonesia, otoritas militer di Hindia Belanda diselenggarakan oleh Royal Hindia Belanda (KNIL). Meskipun KNIL tidak langsung bertanggung jawab atas pembentukan angkatan bersenjata masa depan Indonesia, dan terutama mengambil peran musuh selama Revolusi Nasional Indonesia pada tahun 1945 sampai 1949, KNIL juga telah menyediakan pelatihan militer dan infrastruktur untuk beberapa perwira TNI di masa depan. Ada pusat-pusat pelatihan militer, sekolah-sekolah dan akademi militer di Hindia Belanda. Selanjutnya relawan Belanda dan tentara bayaran Eropa, KNIL juga merekrut adat, khususnya Ambon, Kai Kepulauan, Timor, dan orang-orang Minahasa. Pada tahun 1940 dengan Belanda di bawah pendudukan Jerman dan Jepang mendesak untuk akses ke pasokan minyak Hindia Belanda Timur, Belanda telah membuka KNIL untuk intake besar Jawa yang sebelumnya dikecualikan . Beberapa prajurit pribumi yang telah KNIL Belanda menikmati pendidikan akademi militer nantinya akan menjadi  perwira penting TNI. Sebagai contoh: Suharto dan Nasution.

Pada masa Pendudukan Jepang  1942-1945
Nasionalisme Indonesia dan militanism mulai mendapatkan momentum dan dukungan dalam Perang Dunia II selama pendudukan Jepang di Indonesia. Untuk mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia dalam perang mereka melawan kekuatan Sekutu Barat, Jepang mulai mendorong dan kembali gerakan nasionalis Indonesia dengan menyediakan pemuda Indonesia dengan pelatihan militer dan senjata. Pada tanggal 3 Oktober 1943, militer Jepang membentuk tentara Indonesia sukarela disebut PETA ( Pembela Tanah Air ). Orang Jepang dimaksudkan PETA untuk membantu pasukan mereka menentang kemungkinan invasi oleh Sekutu. Pelatihan militer Jepang untuk pemuda Indonesia awalnya dimaksudkan untuk menggalang dukungan lokal untuk kekuatan runtuh Kekaisaran Jepang, tetapi kemudian telah menjadi sumber daya penting bagi Republik Indonesia selama Revolusi Nasional Indonesia pada tahun 1945 sampai 1949, dan juga telah mengarah pada pembentukan kekuatan bersenjata nasional Indonesia pada tahun 1945.

Pada Masa Kemerdekaan dan Revolusi Nasional 1945-1949
Negara Indonesia pada awal berdirinya sama sekali tidak mempunyai kesatuan tentara. Badan Keamanan Rakyat yang dibentuk dalam sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden pada tanggal 23 Agustus 1945 bukanlah tentara sebagai suatu organisasi kemiliteran yang resmi.
BKR baik di pusat maupun di daerah berada di bawah wewenang KNIP dan KNI Daerah dan tidak berada di bawah perintah presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang. BKR juga tidak berada di bawah koordinasi Menteri Pertahanan. BKR hanya disiapkan untuk memelihara keamanan setempat agar tidak menimbulkan kesan bahwa Indonesia menyiapkan diri untuk memulai peperangan menghadapi Sekutu.
Akhirnya, melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Oktober 1945 (hingga saat ini diperingati sebagai hari kelahiran TNI), BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal 7 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada 24 Januari 1946, diubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia.
Karena saat itu di Indonesia terdapat barisan-barisan bersenjata lainnya di samping Tentara Republik Indonesia, maka pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan Tentara Republik Indonesia dengan barisan-barisan bersenjata tersebut menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penyatuan itu terjadi dan diresmikan pada tanggal 3 Juni 1947.

Pada Masa Orde Lama 1950-1960
Dari tahun 1950 hingga 1960-an Republik Indonesia berjuang untuk mempertahankan kesatuan melawan pemberontakan lokal dan gerakan separatis di beberapa provinsi tersebut. Dari 1948-1962 TNI yang terlibat dalam perang lokal di Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan terhadap Darul Islam / Tentara Islam Indonesia (DI / TII), sebuah gerakan militan bertujuan untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Diikuti oleh pemberontakan Republik Maluku Selatan. Pemberontakan PRRI / Permesta sangat penting dalam sejarah militer Indonesia, karena itu dipimpin perwira militer di Sumatera dan Sulawesi antara tahun 1955 dan 1961.






Pada masa Demokrasi Terpimpin 1961-1965Dari tahun 1961 sampai 1963, TNI terlibat dalam kampanye militer untuk menggabungkan Papua Barat ke Indonesia, kampanye militer melawan Belanda diarahkan Nugini.1961-1965. Ketika negara-negara Barat masih banyak kolonialisme banyak negara di Afrika dan Asia, Indonesia memiliki hubungan baik dengan Rusia (dahulu Uni Soviet). Uni Soviet memberikan 17 kapal untuk Angkatan Laut Indonesia yang salah satunya adalah mobil kelas Sverdlov, kapal terbesar dan tercepat di era ini. Ukurannya adalah 16.640 ton, sangat besar dibandingkan dengan bahasa Indonesia kelas saat korvet Sigma dengan hanya 1.600 ton. Indonesia memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey ditambah 2 kapal pendukung. Indonesia memiliki lebih dari seratus pesawat militer, 20 supersonik Mig-21, 10 supersonik Mig-19, 49 Mig-17 dan 30 Mig-15. Mig-21 lebih canggih dari pesawat AS dan militer Belanda. Indonesia juga memiliki pembom Tupolev strategis Tu 26-16 diikuti AS, Uni Soviet dan Inggris. Indonesia juga didukung oleh lebih dari 50 helikopter Dari 1962-1965 TNI berjuang dalam Konfrontasi Indonesia-Malaysia.  



Pada masa Orde Baru 1966-1998 
Pembunuhan Indonesia dari 1965-1966 secara langsung melibatkan mereka, angkatan bersenjata di bawah Letnan Jenderal Soeharto berjuang melawan Komunis Indonesia dengan bantuan dari kekuatan Blok Barat. Munculnya Jenderal Soeharto untuk kekuasaan sebagai presiden Indonesia yang baru telah dipromosikan peran militer dalam politik Indonesia. Selama era Orde Baru militer Indonesia menikmati hak istimewa tertentu dan memainkan peran penting dalam politik Indonesia. Keterlibatan militer dalam politik Indonesia dirumuskan dalam Dwifungsi (fungsi ganda) Angkatan doktrin Tentara Nasional Indonesia. Juga selama rezim Orde Baru "Tentara Nasional Indonesia" (Tentara Nasional Indonesia / TNI) berubah nama menjadi "Angkatan Bersenjata Republik Indonesia" (Republik Indonesia Angkatan Bersenjata / ABRI) yang juga dimasukkan POLRI (Polisi Nasional Indonesia). Pada tahun 1975 invasi Indonesia ke Timor Timur terjadi dan setahun setelah itu pemberontakan di Aceh dimulai, yang terjadi pada dan off 1976-2005. Dari 70-an ke 90-an militer Indonesia bekerja keras untuk menekan dan mengatasi pemberontakan bersenjata turun dan gerakan separatis di provinsi bermasalah Aceh dan Timor Timur. Pada tahun 1992 Pembantaian Santa Cruz terjadi di Timor Timur, yang mencoreng citra militer Indonesia secara internasional. Insiden ini menyebabkan Amerika Serikat untuk memutus pendanaan IMET dan link ke militer Indonesia, juga melarang penjualan peralatan lengan ke Indonesia.

Pada masa Reformasi 1998-sekarang 
Setelah jatuhnya Suharto pada tahun 1998, gerakan demokrasi dan sipil tumbuh terhadap peran militer akut dan keterlibatan dalam politik Indonesia. Akibatnya, pasca-Soeharto Indonesia telah mengalami reformasi militer tertentu, seperti pembubaran Dwifungsi doktrin dan penghentian bisnis militer dikendalikan. Reformasi juga melibatkan penegakan hukum dalam masyarakat sipil umum, yang mempertanyakan posisi polisi Indonesia di bawah payung korps militer. Hal ini menyebabkan reformasi pemisahan polisi dari militer. Pada tahun 2000, Kepolisian Republik Indonesia resmi kembali kemerdekaannya dan sekarang adalah entitas yang terpisah dari militer. Nama resmi dari militer Indonesia juga berubah dari "Angkatan Bersenjata Republik Indonesia" (ABRI) kembali ke "Tentara Nasional Indonesia" (TNI).

AnggaranTahun Fiskal Anggaran (Rp) Anggaran (Rp)2005 sebesar Rp 21970000000000 USD 2,5 miliar2006 Rp 23,6 triliun USD 2,6 miliar2007 Rp 32600000000000 USD 3,4 milyar2008 Rp 36390000000000 Rp 3,8 miliar2009 Rp 33600000000000 Rp 3,3 miliar2010 Rp 42300000000000 Rp 4,47 miliar2011 Rp 47500000000000 Rp 5,2 miliar2012 Rp 64400000000000 [12] Rp 7,5 miliar