Selasa, 03 Januari 2012

Tentara Nasional Indonesia

Tentara Nasional Indonesia terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI, sedangkan masing-masing angkatan memiliki Kepala Staf Angkatan. 
Dalam sejarahnya, TNI pernah digabungkan dengan POLRI. Gabungan ini disebut ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang menggunakan slogan "Catur Dharma Eka Karma" disingkat "CADEK". Sesuai Ketetapan MPR nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan peran POLRI maka pada tanggal 30 September 2004 telah disahkan RUU TNI oleh DPR RI yang selanjutnya ditanda tangani oleh Presiden Megawati pada tanggal 19 Oktober 2004.
Seiring berjalannya era reformasi di Indonesia, TNI mengalami proses reformasi internal yang signifikan. Di antaranya adalah perubahan doktrin "Catur" menjadi "Tri" setelah terpisahnya POLRI dari ABRI. Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI nomor Kep/21/I/2007, pada tanggal 12 Januari 2007, doktrin TNI ditetapkan menjadi "Tri Dharma Eka Karma", disingkat "TRIDEK".
Tahun 2009, jumlah personel TNI adalah sebanyak 432.129 personel. Angkatan Darat adalah jauh bagian terbesar, dengan sekitar 328.517 personel aktif-tugas, dibandingkan dengan sekitar 74.963 di Angkatan Laut dan 34.930 di Angkatan Udara. Angkatan bersenjata Indonesia yang sukarela. Kekuatan yang tersedia untuk militer laki-laki berusia antara 16 sampai 49 adalah 52.000.000, dengan 2.000.000 untuk layanan per tahun..
Pengeluaran militer dalam anggaran nasional secara luas diperkirakan 3% dari PDB di tahun 2005,  tetapi dilengkapi dengan pendapatan dari berbagai militer menjalankan bisnis dan yayasan. Pertahanan Indonesia kekuatan personil tidak termasuk anggota penegakan hukum dan personil paramiliter seperti POLRI (Kepolisian Indonesia) yang terdiri dari sekitar 540.000 personel, Brimob (polisi ponsel Brigade) dari sekitar 39.000 personel bersenjata, Polisi Unit Layanan Sipil, Menwa (militer perguruan tinggi layanan) 26.000 personil terlatih, dan Hansip (pasukan pertahanan sipil), tidak diketahui jumlah personilnya.

Sejarah

Pada masa Hindia Belanda 1830-1942
Sebelum pembentukan Republik Indonesia, otoritas militer di Hindia Belanda diselenggarakan oleh Royal Hindia Belanda (KNIL). Meskipun KNIL tidak langsung bertanggung jawab atas pembentukan angkatan bersenjata masa depan Indonesia, dan terutama mengambil peran musuh selama Revolusi Nasional Indonesia pada tahun 1945 sampai 1949, KNIL juga telah menyediakan pelatihan militer dan infrastruktur untuk beberapa perwira TNI di masa depan. Ada pusat-pusat pelatihan militer, sekolah-sekolah dan akademi militer di Hindia Belanda. Selanjutnya relawan Belanda dan tentara bayaran Eropa, KNIL juga merekrut adat, khususnya Ambon, Kai Kepulauan, Timor, dan orang-orang Minahasa. Pada tahun 1940 dengan Belanda di bawah pendudukan Jerman dan Jepang mendesak untuk akses ke pasokan minyak Hindia Belanda Timur, Belanda telah membuka KNIL untuk intake besar Jawa yang sebelumnya dikecualikan . Beberapa prajurit pribumi yang telah KNIL Belanda menikmati pendidikan akademi militer nantinya akan menjadi  perwira penting TNI. Sebagai contoh: Suharto dan Nasution.

Pada masa Pendudukan Jepang  1942-1945
Nasionalisme Indonesia dan militanism mulai mendapatkan momentum dan dukungan dalam Perang Dunia II selama pendudukan Jepang di Indonesia. Untuk mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia dalam perang mereka melawan kekuatan Sekutu Barat, Jepang mulai mendorong dan kembali gerakan nasionalis Indonesia dengan menyediakan pemuda Indonesia dengan pelatihan militer dan senjata. Pada tanggal 3 Oktober 1943, militer Jepang membentuk tentara Indonesia sukarela disebut PETA ( Pembela Tanah Air ). Orang Jepang dimaksudkan PETA untuk membantu pasukan mereka menentang kemungkinan invasi oleh Sekutu. Pelatihan militer Jepang untuk pemuda Indonesia awalnya dimaksudkan untuk menggalang dukungan lokal untuk kekuatan runtuh Kekaisaran Jepang, tetapi kemudian telah menjadi sumber daya penting bagi Republik Indonesia selama Revolusi Nasional Indonesia pada tahun 1945 sampai 1949, dan juga telah mengarah pada pembentukan kekuatan bersenjata nasional Indonesia pada tahun 1945.

Pada Masa Kemerdekaan dan Revolusi Nasional 1945-1949
Negara Indonesia pada awal berdirinya sama sekali tidak mempunyai kesatuan tentara. Badan Keamanan Rakyat yang dibentuk dalam sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden pada tanggal 23 Agustus 1945 bukanlah tentara sebagai suatu organisasi kemiliteran yang resmi.
BKR baik di pusat maupun di daerah berada di bawah wewenang KNIP dan KNI Daerah dan tidak berada di bawah perintah presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang. BKR juga tidak berada di bawah koordinasi Menteri Pertahanan. BKR hanya disiapkan untuk memelihara keamanan setempat agar tidak menimbulkan kesan bahwa Indonesia menyiapkan diri untuk memulai peperangan menghadapi Sekutu.
Akhirnya, melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Oktober 1945 (hingga saat ini diperingati sebagai hari kelahiran TNI), BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal 7 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada 24 Januari 1946, diubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia.
Karena saat itu di Indonesia terdapat barisan-barisan bersenjata lainnya di samping Tentara Republik Indonesia, maka pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan Tentara Republik Indonesia dengan barisan-barisan bersenjata tersebut menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penyatuan itu terjadi dan diresmikan pada tanggal 3 Juni 1947.

Pada Masa Orde Lama 1950-1960
Dari tahun 1950 hingga 1960-an Republik Indonesia berjuang untuk mempertahankan kesatuan melawan pemberontakan lokal dan gerakan separatis di beberapa provinsi tersebut. Dari 1948-1962 TNI yang terlibat dalam perang lokal di Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan terhadap Darul Islam / Tentara Islam Indonesia (DI / TII), sebuah gerakan militan bertujuan untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Diikuti oleh pemberontakan Republik Maluku Selatan. Pemberontakan PRRI / Permesta sangat penting dalam sejarah militer Indonesia, karena itu dipimpin perwira militer di Sumatera dan Sulawesi antara tahun 1955 dan 1961.






Pada masa Demokrasi Terpimpin 1961-1965Dari tahun 1961 sampai 1963, TNI terlibat dalam kampanye militer untuk menggabungkan Papua Barat ke Indonesia, kampanye militer melawan Belanda diarahkan Nugini.1961-1965. Ketika negara-negara Barat masih banyak kolonialisme banyak negara di Afrika dan Asia, Indonesia memiliki hubungan baik dengan Rusia (dahulu Uni Soviet). Uni Soviet memberikan 17 kapal untuk Angkatan Laut Indonesia yang salah satunya adalah mobil kelas Sverdlov, kapal terbesar dan tercepat di era ini. Ukurannya adalah 16.640 ton, sangat besar dibandingkan dengan bahasa Indonesia kelas saat korvet Sigma dengan hanya 1.600 ton. Indonesia memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey ditambah 2 kapal pendukung. Indonesia memiliki lebih dari seratus pesawat militer, 20 supersonik Mig-21, 10 supersonik Mig-19, 49 Mig-17 dan 30 Mig-15. Mig-21 lebih canggih dari pesawat AS dan militer Belanda. Indonesia juga memiliki pembom Tupolev strategis Tu 26-16 diikuti AS, Uni Soviet dan Inggris. Indonesia juga didukung oleh lebih dari 50 helikopter Dari 1962-1965 TNI berjuang dalam Konfrontasi Indonesia-Malaysia.  



Pada masa Orde Baru 1966-1998 
Pembunuhan Indonesia dari 1965-1966 secara langsung melibatkan mereka, angkatan bersenjata di bawah Letnan Jenderal Soeharto berjuang melawan Komunis Indonesia dengan bantuan dari kekuatan Blok Barat. Munculnya Jenderal Soeharto untuk kekuasaan sebagai presiden Indonesia yang baru telah dipromosikan peran militer dalam politik Indonesia. Selama era Orde Baru militer Indonesia menikmati hak istimewa tertentu dan memainkan peran penting dalam politik Indonesia. Keterlibatan militer dalam politik Indonesia dirumuskan dalam Dwifungsi (fungsi ganda) Angkatan doktrin Tentara Nasional Indonesia. Juga selama rezim Orde Baru "Tentara Nasional Indonesia" (Tentara Nasional Indonesia / TNI) berubah nama menjadi "Angkatan Bersenjata Republik Indonesia" (Republik Indonesia Angkatan Bersenjata / ABRI) yang juga dimasukkan POLRI (Polisi Nasional Indonesia). Pada tahun 1975 invasi Indonesia ke Timor Timur terjadi dan setahun setelah itu pemberontakan di Aceh dimulai, yang terjadi pada dan off 1976-2005. Dari 70-an ke 90-an militer Indonesia bekerja keras untuk menekan dan mengatasi pemberontakan bersenjata turun dan gerakan separatis di provinsi bermasalah Aceh dan Timor Timur. Pada tahun 1992 Pembantaian Santa Cruz terjadi di Timor Timur, yang mencoreng citra militer Indonesia secara internasional. Insiden ini menyebabkan Amerika Serikat untuk memutus pendanaan IMET dan link ke militer Indonesia, juga melarang penjualan peralatan lengan ke Indonesia.

Pada masa Reformasi 1998-sekarang 
Setelah jatuhnya Suharto pada tahun 1998, gerakan demokrasi dan sipil tumbuh terhadap peran militer akut dan keterlibatan dalam politik Indonesia. Akibatnya, pasca-Soeharto Indonesia telah mengalami reformasi militer tertentu, seperti pembubaran Dwifungsi doktrin dan penghentian bisnis militer dikendalikan. Reformasi juga melibatkan penegakan hukum dalam masyarakat sipil umum, yang mempertanyakan posisi polisi Indonesia di bawah payung korps militer. Hal ini menyebabkan reformasi pemisahan polisi dari militer. Pada tahun 2000, Kepolisian Republik Indonesia resmi kembali kemerdekaannya dan sekarang adalah entitas yang terpisah dari militer. Nama resmi dari militer Indonesia juga berubah dari "Angkatan Bersenjata Republik Indonesia" (ABRI) kembali ke "Tentara Nasional Indonesia" (TNI).

AnggaranTahun Fiskal Anggaran (Rp) Anggaran (Rp)2005 sebesar Rp 21970000000000 USD 2,5 miliar2006 Rp 23,6 triliun USD 2,6 miliar2007 Rp 32600000000000 USD 3,4 milyar2008 Rp 36390000000000 Rp 3,8 miliar2009 Rp 33600000000000 Rp 3,3 miliar2010 Rp 42300000000000 Rp 4,47 miliar2011 Rp 47500000000000 Rp 5,2 miliar2012 Rp 64400000000000 [12] Rp 7,5 miliar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar